Fantasi
“Fantasi memiliki arti
yang dalam,makna lain dari imajinasi”
Eli hanya terdiam,ia bergerak---berputar dengan lambat
seperti sedang mengarungi sebuah dimensi waktu. Berlawanan dengan putaran arah
jarum jam. Berputar,menuju sebuah jurang kematian.
“Eli? Eli!”,suara Lis
membangunkan lamunan Eli.
“Eh,iya? Apa?”
“Komedi putarnya sudah berhenti. Ayo kita turun”,ujar Lis
seraya menggandeng tangan Eli. Kedua
gadis itu melangkah maju menuju pintu keluar,dan mereka melewati beberapa orang
yang sedang sibuk melihat denah taman bermain. Pada saat itu matahari senja
terlihat sangat indah,bersatu dengan suasana ramai yang terkesan tiada.
Sebulan yang lalu,Ibu Eli meninggal. Eli sempat mengalami
shock,dan tidak masuk sekolah selama hampir 2 minggu. Lis sengaja mengajak Eli
ke taman bermain ini untuk menghibur hatinya. Tapi sepertinya tidak berjalan
baik. Suasana hati Eli bahkan makin memburuk setelah menaiki komedi putar tadi.
“Ayolah,Li. Senyum dong”,ujar Lis berusaha menghibur. Eli
hanya menggelengkan kepala. Lis akhirnya hanya menghembuskan nafas. Ia
benar-benar mengerti kondisi sahabatnya itu. Kehilangan sosok seorang ibu di
usia SMA bukanlah hal yang baik.
“Ehm,hampir jam enam nih,sebentar lagi taman bermain tutup.
Kita naik bianglala yuk? Habis itu kita pulang”,kata Lis sambil menunjuk sebuah
roda raksasa yang saat ini ada di hadapan mereka.
“Iya deh”,Eli mengangguk setuju. Soal kematian ibunya,Eli
sudah berusaha menerima semuanya. Tapi entah kenapa,setiap kali sosok wanita
itu terbayang jelas,Eli jadi merasakan sesuatu yang tidak pernah dirasakanya
selama ini. Sedih,takut,kecewa,marah... Eli memang masih berada di dunia
ini,tapi hatinya seperti pergi entah kemana. Sebenarnya ia ingin sekali
pergi,ke dunia yang tidak nyata sekalipun,agar bisa bertemu ibunya.
Kedua remaja itu mengantri selama beberapa menit,dan tibalah
giliran mereka. Selama menaiki wahana itu,Lis banyak menceritakan cerita-cerita
humor. Memang tidak lucu,tapi Eli berusaha tertawa agar tidak menyakiti
perasaan sahabatnya itu.
Wahana itu berputar semakin cepat,seolah-olah ingin memutar
roda takdir Eli,sehingga semua hal akan terjadi dengan cepat. Setelah beberapa
saat,bianglala itu lalu mulai berhenti perlahan-lahan.
Pada saat ingin keluar,Eli tak sengaja menabrak seorang
gadis kecil. Usianya sekitar tujuh tahun,rambutnya yang hitam panjang
digerai,dan ia memakai pita merah yang serasi dengan baju dan sepatu yang
dipakainya.
Saat gadis kecil itu menatap Eli,waktu serasa berhenti. Wajah gadis
itu sangat tidak asing bagi Eli. Di saat Eli ingin ingin meminta maaf,gadis itu tiba-tiba
tersenyum,menunjukan kesan aneh dengan warna matanya yang kelabu. Hal itu
mengingatkan Eli pada sosok dirinya saat berumur tujuh tahun...
***
Sinar matahari pagi masuk melalui
sela-sela jendela kamar Eli yang ada dilantai dua. Tissue yang sudah dipakai
bertebaran ke seluruh lantai. Semalam Eli teringat akan Ibunya,dan itu membuat ia
menangis hampir semalaman.
Tapi saat ini,ia jauh merasa lebih baik. Eli lalu menatap kalender dan jam
digital yang ada di meja belajarnya. Hari Minggu,pukul tujuh pagi. Dan ada
catatan pesan yang tertulis di papan. “BUAT ELI. AYAH PERGI KE BANDUNG,ADA
RAPAT MENDADAK. PULANG MALAM. SARAPAN ADA DI MEJA,SIANG SAMA SORE MAKAN DI LUAR
YA”
Eli hanya mendesah. Ia sudah terbiasa
mendapat catatan pesan seperti ini. Eli kembali berbaring di tempat tidur,dan
memikirkan apa saja yang akan dilakukanya hari ini. Lalu tiba-tiba,ia teringat
pada gadis kecil yang ditemuinya kemarin. Siapa gadis itu? Kenapa sangat terasa
tidak asing bagi Eli?
Eli berusaha untuk tidak
memikirkanya,tapi wajah gadis itu terus terbayang di kepala Eli. Rasanya,ada
yang ia ketahui tentang gadis itu. Tapi apa?
Sesaat kemudian, Eli membuka jendela
kamarnya untuk menghirup udara luar dan saat itu
juga ia
terlonjak kaget. Gadis kecil yang ditemuinya
kemarin,kini berada di trotoar,membawa payung merah dan ia sedang menatap
Eli. Benar-benar menatap. Suasana hening sejenak,sampai Eli mengatakan sesuatu.
“Halo,kita bertemu di taman bermain
kemarin”
Gadis kecil itu tidak menjawab. Hanya
terdiam.
“Ehm,siapa namamu? Rumahmu ada di
dekat sini?’’,Eli melanjutkan. Ia berusaha memecahkan keheningan yang terjadi
saat ini.
Gadis itu akhirnya melipat payung
nya,dan menunjuk sebuah rumah besar yang ada di hadapanya. Itu rumah Eli.
Eli sempat merasa bingung. Wajah gadis
kecil itu benar-benar tidak asing. Dan ia menganggap rumah Eli sebagai rumahnya.
Semua keanehan ini belum terjawab,dan terdengar
suara pintu terbuka. Eli menengok ke arah pintu,tapi saat Eli kembali melihat
ke arah luar,sosok gadis kecil tadi sudah tidak ada.
Lis muncul dari balik pintu rumah Eli.
“Li,pintu rumahmu nggak dikunci. Aku panggil juga nggak ada jawaban. Jadi aku
langsung masuk. Aneh,dari tadi kamu berdiri di sini?”
“Iya. Dari tadi aku berdiri di sini
bersama seorang gadis kecil...”
“Tadi aku nggak liat siapa-siapa”,ujar
Lis memotong ucapan Eli.
Eli hanya memandang Lis dengan heran.
Ia lalu berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan. “Masuk dulu aja yuk. Ada
perlu apa?”
“Aku mau pinjam buku cerita sastra
lama,kamu punya kan?”,pinta Lis.
“Punya sih,ada di dalam gudang. Temani aku ambil yuk”.
Kedua gadis itu menuruni tangga menuju
gudang. Terdapat banyak dus-dus besar yang dilapisi debu di sana. “Lis,coba kamu ambil dus yang di sana. Kayaknya sih di
situ”,Eli menunjuk sebuah dus besar yang sisi-sisinya sudah mulai robek.
Lis membawa dus itu ke arah
Eli,kemudian membukanya. Eli mengacak-acak dus tersebut,dan ia tersenyum
setelah menemukan buku berwarna merah. “Ini bukunya. Coba kamu lihat isinya”
Lis setelah melihat isi buku itu.
“Kayaknya bukan deh. Ini isinya foto
semua,coba lihat deh”
“Album foto?”,Eli mengambil buku itu
dan melihat isinya. Di halaman pertama terdapat dua buah foto yang warnanya
kusam. Foto pertama,adalah foto Eli saat masuk SD. Dan Eli terlonjak kaget saat
melihat foto kedua. Itu foto gadis kecil misterius yang ditemui Eli di taman
bermain. Foto itu berwarna hitam putih dan sedikit sobek,tapi Eli masih dapat
melihatnya. Dalam foto,gadis itu tertawa riang dan di belakangnya terdapat
sebuah bianglala. Akhirnya Eli ingat,itu foto ibunya saat masih kecil.
“Mustahil...”,ujar Eli sambil terus
menatap foto itu.
Eli tidak tau kenapa,tapi ia merasa
akan menemukan sosok gadis kecil itu lagi di taman bermain. Ia lalu mengajak
Lis pergi ke sana tanpa menceritakan apapun padanya. Lis sudah bertanya
beberapa kali,tapi Eli hanya menjawab “Nanti aku akan cerita”.
Jam sudah menunjukan pukul sepuluh pagi saat Eli sampai di sana. Ia segera berlari
menuju bianglala,dan hampir saja ia menabrak seorang pedagang mainan. Lis
kewalahan mengikuti Eli dari belakang.
Sesuai dengan perasaan Eli,saat
sampai di tempat pengantrian bianglala,Eli melihat sosok gadis itu. Gadis itu
berada jauh di depan Eli,di antara kerumunan orang-orang yang sedang mengantri.
“Tunggu!”,Eli berteriak saat gadis kecil
itu mulai menaiki sebuah gerbong bianglala. Eli lalu memotong antrian,dan
segera masuk ke sebuah gerbong yang dimasuki gadis kecil itu. Kerumunan
orang-orang sempat berteriak ke arah Eli karena ia memotong antrian,tapi Eli
tidak mempedulikanya. Wahana mulai berputar,dan Eli mulai tersadar bahwa ia menaiki gerbong yang salah. Saat gerbong Eli berada di
puncak,wahana itu berhenti. Dari sana,Eli seakan-akan dapat melihat seluruh
dunia,dan ia merasa dapat bertemu dengan ibunya kembali. Eli menemukan gadis
kecil itu di bawah.,di tengah kerumunan orang.
Eli membuka pintu gerbong untuk menghampiri gadis itu,tubuhnya seperti bergerak
sendiri. Ia melangkah keluar dan sinar matahari terasa menusuk matanya. Eli
sempat merasakan udara bebas berhembus ke kulitnya,dan ia mendengar orang-orang
di bawah berteriak. Kemudian semuanya menjadi gelap,dan Eli tidak bernafas
lagi.
***
Eli membuka matanya,ia seperti
terbangun dari sebuah mimpi yang sangat panjang. Kemudian ia melihat sosok
ibunya sedang menyiapkan sarapan.
“Loh,kok belum pakai seragam? Cepat
ganti,nanti terlambat ke sekolah”,ujar Ibu Eli.
“Wah! Sudah jam tujuh!”,Eli
berteriak. Ia lalu memakai seragam,dan menuju ke arah cermin untuk menata rambutnya.
Tapi sosok Eli tidak terpantul di cermin.
“Sedang apa? Ayo cepat”,Ibu Eli
mengampiri. Sosok Ibunya juga tidak terpantul di cermin.
Saat itu pula Eli menyadari,tubuhnya
sedingin es.
Mungkinkah ini kenyataan? Mimpi saat
tidur? Atau...hanya sebuah Fantasi?
Dan sesaat kemudian,semuanya menjadi jelas.
TAMAT